13 Desember 2011

Akhlak dan Ilmu Akhlak

I.    AKHLAK DAN ILMU AKHLAK
Dalam uraian pembahasan tentang akhlak, orang selalu rancu dengan istilah ilmu akhlak. Padahal antara keduanya terdapat perbedaan yang sangat siginifikan. Oleh karena itu, pembahasan ini perlu ada klarifikasi antara kedua istilah tersebut :
1.    Akhlak
Menurut Imam Ghazali, “Akhlak ialah sifat yang melekat pada jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan mudah bertindak tanpa banyak pertimbangan lagi”. Atau boleh juga dikatakan, perbuatan yang sudah menjadi kebiasaan. Orang yang pemurah sudah biasa memberi. Ia membwei itu tanpa banyak pertimbangan lagi. Seolah-olah tangannya sudah terbuka lebar untuk itu. Hal ini bisa terjadi karerna yang bersangkutan sebelumnya telah terlatih, artinya sifat pemurah itu sudah biasa ia lakukan setiap saat.
Begitu juga orang kikir. Seolah-olah tangannya sudah terpaku saj dalam kantongnya, tidak mau keluar mengulurkan bantuan kepada fakir miskin. Begitu juga orang pemarah, selalu saja marah tanpa alaan yang jelas.
Sebagian ulama mengatakan akhlak itu ialah : “suatu sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang dan sifat itu timbul setiap ia bertindak tanpa merasa sulit (timbul dengan mudah)”. Karena sudah menjadi budaya (culture) sehari-hari.
Mansur Ali Rajab dalam bukunya Taammulatu fi Falsafatil Akhlaq menerangkan ada perbedaan antara adat kebiasaan dengan perangai dan antara perangai dengan tabiat. Perangai : perpaduan antara unsur fithri dan ikhtiari. Kalau hanya unsur fithri saja yang bekerja, itu namanya tabiat. Menurut Ahmad Amin, dikatakan adat, kalau sesuatu itu dilakukan dengan kesadaran (iradah) dan berulang kali. Sedangkan muru’ah menurut Al-Masudy, adalah sifat yang mengajak orang berpegang dengan budi pekerti terpuji dan adat yang baik. Mengenai penamaan akhlak dengan agama (din), hal ini didasarkan pada penjelasan sahabat ibnu Abbas yang menafsirkan lapaz khuluq pada ayat 4 surah Al-Qalam dengan din (agama).
Sedangkan yang dimaksud dengan akhlak dalam pemakaian kata sehari-hari adalah “akhlak yang baik” (al-akhlaq al-karimah), umpamanya dikatakan : “Orang itu berakhlak”, artinya orang itu mempunyai akhlak yang baik, “orang itu tidak berakhlak”, artinya orang itu tidak mempunyai akhlak yang baik, atau buruk akhlaknya. Sesungguhnya di samping ada akhlak yang baik ada juga akhlak yang buruk (al-akhlaq al-radziilah).
Menurut etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang berarti “budi pekerti”. Sinonimnya etika dan moral. Etika berasal dari bahasa latin, etos yang berarti “kebiasaan”. Moral berasal dari bahasa latin juga, mores, yang berarti “kebiasaanya”.
Kata “budi pekerti”, dalam bahasa Indonesia, merupakan kata majemuk dari kata “budi” dan “pekerti”. Perkataan “budi” berasala dari bahasa Sansekerta, bentuk isim fa’il atau alat yang berarti “yang sadar” atau “yang menyadarkan” atau “alat keasadaran”. Bentuk mashdarnya (momen-verbal) budh yang berarti “kesadaran”. Sedangkan bentuk maf’ulnya (objek) adalah budha, artinya “yang disadarkan”. Pekerti, berasal dari bahasa Indonesia sendiri, yang berarti “kelakuan”.
Menurut terminologi kata “budi pekerti” yang terdiri dari budi dan pekerti. “Budi” ialah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh pemikiran, rasio, yang disebut character. Pekerti ialah apa yang terlihat pada manusia karena didorong oleh perasaan hati, yang disebut behavior. Jadi, budi pekerti adalah merupakan perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang termanifesatasi pada karsa dan tingkah laku manusia.
2.    Ilmu Akhlak
Kita harus membedakan antara “ilmu akhlak” dan “akhlak” itu sendiri. Ilmu akhlak adalah ilmunya, yang bersifat teoritis. Sedangkan kalau disebut “akhlak” saja itu bersifat praktis.
Untuk lebih jelasnya akan kami terangkan sebagai berikut :
Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin ilmu akhlak itu ialah :
فهو علم يوضح معنى الخير والشر وبين ما ينبغى أن تكون عليه معاملة
الناس بعضهم بعضا, ويشرح الغاية التى ينبغى أن يقصدها الناس فى أعمالهم وينير السبيل لعمل ما ينبغى.

“Ilmu yang  menerangkan tentang pengertian baik dan buruk, menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan manusia dalam hubungan sesamanya, menjelaskan tujuan yang seharusnya ditiru oleh manusia dan menunjukkan jalan untuk melakukan sesuatu yang seharunya diperbuat.”
Bahkan lebih dari itu ilmu akhlak berfungsi bukan hanya menyatakan berbagai teori dan kemauan, juga mempengaruhi dan memberi petunjuk kepada kemauan manusia yang bida membentuk kehidupan dan perbaikan amal perbuatannya guna mencapai nilai hidup yang luhur.
Sebagaimana yang pernah dinyatakan oleh Syekh Hafidz al-Mas’udy sebagai berikut :
علم الأخلاق هو علم يعرف به صلاح القلب وسائر الحواس. وموضوعة : الأخلاق حم حيث التحلى بمحاسنها, والتخلى عن رذائلها وائر الحواس فى الدنيا والفوز بأعلى المراتب فى الأخرة.
“Ilmu akhlak ialah ilmu yang menerangkan kebaikan hati dan segenap panca indera. Objeknya ialah akhlak itu sendiri, dari segi menghias diri dengan akhlak yang terpuji dan melepaskan diri dari akhlak yang buruk. Sedangkan buah faedahnya ialah memperoleh kebaikan hati dan segenap panca indera, di dalam kehidupan di dunia ini dan berbagai kehidupan dengan memperoleh tingkatan yang setinggi-tingginya di akhirat.”
Turut memperkaya khazanah pemahaman tentang ilmu akhlak, Ahmad Hamid Yunus memformulasikan definisinya sebagai berikut :
علم الأخلاق هو علم بالفضائل وكيفية إقتنائها لتتحلى النفس بها وبالرذائل وكيفية توقها لتتحلى عنها.
“Ilmu akhlak ialah ilmu tentang keutamaan-keutamaan dan cara-cara mengikutinya hingga terisi dengannya dan tentang keburukan dan cara menghindarinya hingga jiwa kosong daripadanya.”
Dari beberapa ungkapan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu akhlak itu memua dua pesan penting bagi manusia guna mencapai kebahagiaan lahir batin :
a.    ilmu akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terpuji dan yang tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin.
b.    Ilmu akhalak adalah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian tentang baik dan buruk, ilmuyg mengajarkan pergaulan manusia dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka.
Bagaimana pentingnya persoalan akhlak bagi kehidupan, di dalam Al-Qur'an ada dua ayat dalam surat yang berbeda secara tegas menyatakan:
Pertama, dalam surah al-Qalam ayat 4 :
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ.
Dan sesungguhnya kamu berada di atas budi pekerti yang agung
Kedua: dalam surat Al-Syuara’ aat 137 :
إِنْ هَذَا إِلاَّ خُلُقُ اْلأَوَّالِيْنَ.
Agama kami ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang yang dahulu.
Dalam ayat pertama (QS. Al-Qalam: 4) disebutkan dalam konotasi yang bersifat memuji dan merupakan ukuran bagi perilaku yang patut diperbuat. Sedang dalam ayat kedua (QS. Al-Syuara’ : 7) disebutkan dalam konteks gambaran atau ilustrasi perilaku yang telah dijalani orang dahulu, mengenai atau sebagai keterangan apa yang telah terjadi.
Di dalam hadis, perkataan itu ada yang disebutkan dalam bentuk “mufrad” dan ada pula dalam bentuk “jama”. Di dalam hadis riwayat Imam Turmuzy disebutkan Rasulullah SAW bersabda :
البر حسن الخلق
“Kebaikan itu adalah baik perangai”.
Sedang di dalam hadis riwayat ahmad dan Baihaqy, Nabi bersabda :
إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
“Aku hanya diutus untuk menyempurnakan perangai yang mulia”

II.    OBJEK PEMBAHASAN AKHLAK
Sebelum sampai kepada pembahasan inti tentang objek akhlak, sebaiknya perlu dipahami dulu apa itu Ilmu Akhlak itu.
Ilmu Akhlak ialah ilmu untuk menetapkan ukuran segala perbuatan manusia. Baik atau buruknya, benar atau salahnya, sah atau batal, semua itu ditetapkan dengan mempergunakan ilmu akhlak sebagai petunjuknya.
Ahmad Amin lebih mempertegas lagi dalam kitabnya Al-Akhlak dengan menyatakan :
علم يوضح معنى الخير والشر ويبين معاملة الناس يعهم بعضا, ويشرح الغاية التى ينبغى أن يقصدها ما فى أعمالهم ويبين السبيل لعمل ما ينبغى.
“Ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, dan menerangkan apa yang harus diperbuat oleh sebagian manusia terhadap sesamanya dan menjelaskan tujuan yang hendak dicapai manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan yang lurus yang harus diperbuat”.
Jadi menurut alir definisi tersebut ilmu akhlak mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
a.    Menjelaskan pengertian baik dan buruk
b.    Menerangkan apa yang seharusnya dilakukan seseorang serta bagaimana cara kita bersikap antar sesama.
c.    Menjelaskan mana yang patut kita perbuat
d.    Menunjukkan mana jalan lurus yang harus dilalui.
Berdasarkan beberapa bahasan yang berkaitan dengan ilmu akhlak, maka dapat dipahami bahwa objek (lapangan/sasaran) pembahasan ilmu akhlak itu ialah tindakan-tindakan seseorang yang dapat diberikan nilai baik/buruknya, yaitu perkataan dan perbuatan yang termasuk dalam kategori perbuatan akhlak.
Dalam hubungan ini, Dr. Ahmd Amin mengatakan bahwa etika itu menyeldiki segala perbuatan manuia kemudian menetapkan  hukum baik atau buruk”.  J.H. Muirhead menyebtukan bahwa pokok pembahasan atau (subject matter) etika adalh penyelidikan tentang tingkah laku dan sifat manusia.  Muhammad Al-Ghazali mengatakan bahwa aderaj pembahasan ilmu akhlak meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (perseorangan) maupun kelompok (masyarakat).
Untuk jelasnya, bahwa perbuatan-perbuatan manusia itu dapat dibagi dalam tiga macam perbuatan. Dari yang tiga ini ada yang masuk perbuatan akhlak dan ada yang tidak masuk perbuatan akhlak.
1.    Perbuatan yang dikehendaki atau disadari, pada waktu dia berbuat dan disengaja. Jelas, perbuatan ini adalah perbuatan akhlak, bisa baik atau buruk, tergantung kepada sifat perbuatannya.
2.    Perbuatan yang dilakukan tidak dikehendaki, sadar atau tidak sadar diwaktu dia berbuat, tetapi perbuatan itu di luar kemampuannya dan dia tidak bisa mencegahnya. Perbuatan demikian bukan perbuatan akhlak. Perbuatan ini ada dua macam :
a.    Reflex action, al-a’maalul-munka’iyah
Umpamanya seseorang keluar dari tempat gelap ke tempat terang, matanya berkedip-kedip. Perbuatan berkedip-kedip ini tidak ada hukumnya, walaupun dia berhadap-hadapan dengan seseorang yang seakan–akan dikedipi. Atau seseorang karena digigit nyamuk, dia menamparkan pada yang digigit nyamuk tersebut.
b.    Automatic action, al-a’maalul-‘aliyah
Model ini seperti halnya degup jantung, denyut urat nadi dan sebagainya.
Perbuatan-perbuatan Reflex action dan Automatic action diluar kemampuan seseorang sehingga tidak termasuk perbuatan akhlak.
3.    Perbuatan yang samar-samar, tengah-tengah, mutasyabihat.
Yang dimaksud samar-samar/tengah-tengah, yaitu mungkin suatu perbuatan dapat dimasukkan perbuatan akhlak tapi bisa juga tidak. Pada lahirnya bukan perbuatan akhlak, tapi mungkin perbuatan tersebut termasuk perbuatan akhlak, sehingga berlaku hukum akhlak baginya, yaitu bahwa perbuatan itu baik dan buruk. Perbuatan-perbuatan yang termasuk samar-samar, umpamanya lupa, khilaf, dipaksa, perbuatan di waktu tidur dan sebagainya. Terhadap perbuatan-perbuatan tersebut ada hadis Rasul yang menerangkan bahwa perbuatan-perbuatan lupa, khilaf, dipaksa, perbuatan diwaktu tidur dan sebagainya, tidak termasuk perbuatan akhlak.
Dalam menetapkan suatu perbuatan yang muncul dengan kehendak dan disengaja dapat dinilai baik atau buruk ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan :
1.    Situasi dalam keadaan bebas, sehingga tindakan dilakukan dengan sengaja.
2.    Pelaku tahu apa yang dilakukan, yakni mengenai nilai baik-buruknya.
Oleh sebab itu, suatu perbuatan dapat dikatakan baik atau buruk manakala memenuhi syarat-syarat di atas. Kesengajaan merupakan dasar penilaian terhadap tindakan seseorang. Sebagai contoh, seorang prajurit yang membunuh musuh di medan perang tidak akan dikatakan melakukan kejahatan, karena ia dipaksa oleh situasi perang. Seorang anak kecil  yang main api di dalam rumah sehingga berakibat rumah terbakar, tidak dapat dikatakan bersalah, karena ia tidak tahu akibat perbuatannya itu. Dalam Islam faktor kesengajaan merupakan penentu dalam penetapan nilai tingkah laku/tindakan seseorang. Seorang muslim tidak berdoa karena melanggar syari’at, jika ia tidak tahu bahwa ia berbuat salah menurut hukum Islam.
Erat kaitannya dengan permasalahan di atas Rasulullah SAW telah memberikan penjelasan bahwa kalaulah suatu tindakan itu dilakukan oleh seseorang yang didasari karena kelalaian (di luar kontrol akal normal) atau karena dipaksa, betapapun ada ukuran baik/buruknya, tidak dihukumi sebagai berdosa. Ini berarti di luar objek ilmu akhlak. Dalam hubungannya dengan problem di atas Rasulullah SAW telah mengeluarkan sabdanya yang diriwayatkan Ahmad, Abu Daud dan Hakim dari Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda :
رفع القلم عن ثلاثة عن المجنون المغلوب على عقله حتى يبرأ وعن النائم حتى يستيقظ وعن الصبي حتى يحتلم.
“Tidak berdosa seorang muslim karena tiga perkara: (1)orang gila hingga sembuh dari gilanya, (2) orang yang tidur hingga terbangun dan (3)seorang anak hingga ia dewasa”.
Di dalam hadis tersebut, perbuatan lupa atau khilaf tidak diberi hukum dan tidak termasuk perbuatan akhlak. Perbuatan tersebut umpamanya perbuatan di waktu tidur dan yang dipaksa. Namun menurut ayat Al-Qur'an, kita diperintahkan berdoa kepada Allah SWT, untuk minta ampun agar Allah SWT tidak menghukum dan menyiksa kita apabila kita berbuat lupa dan khilaf yang dianggap salah, sehingga mendapat hukuman siksa. Jadi meskipun lupa atau khilaf termasuk tidak perbuatan akhlak. Dalam hal ini para ahli etika menyimpulkan bahwa perbuatan lupa dan khilaf dan sebagainya ada dua macam :
a).    Apabila perbuatan itu sudah dapat diketahui akibatnya patut diketahui akibat-akibatnya, atau bisa juga diikhtiarkan untuk terjadi atau tidak terjadinya. Oleh karena itu, perbuatan mutasyabih demikian disebut perbuatan ikhtiari atau ghair ta’adzur, sehingga dimasukkan perbuatan akhlak. Umpamanya, kalau kita tahu bahwa kita sering ngelindur, atau patut dikhawatirkan bahwa kalau tidur itu akan berbuat yang tidak diinginkan, maka sebelum tidur hendaknya kita harus menjauhkan benda-benda yang membahayakan, senjata harus diamankan, api dipdamkan, pintu-pintu dikunci dan sebagainya.
b). Namun, apabila perbuatan itu tidak kita ketahui sama sekali dan di luar kemampuan manusia, walaupun sudah diikhtiarkan sebelumnya, tetapi toh terjadi juga, perbuatan demikian disebut ta’adzury (di luar kemampuan manusia). Perbuatan demikian tidak termasuk perbuatan akhlak.
Sebagaimana Rasulullah SAW telah mengisyaratkan sebagai berikut :
إن الله تعالى تحاوزلى وعن أمتى الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه.
“Sesungguhnya Allah SWT memberi maaf bagiku dari umatku yang khilaf, lupa dan terpaksa”.

III.    FAEDAH MEMPELAJARI ILM AKHLAK
1.    Faedah Akhlak
Berbicara pada tatanan akhlak tentu tidak dapat dipisahkan dengan manusia sebagai sosok ciptaan Allah SWT yang sangat sempurna. Akhlak adalah mutiara hidup yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk hewani. Manusia tanpa akhlak akan hilang derajat kemanusiaannya sebagai makhluk Allah SWT yang paling mulia, menjadi turun ke martabat hewani. Manusia yang telah lari dan sifat insaniyahnya adalah sangat berbahaya dari binatang buas.
Di dalam surah Al-Tiin ayat 4-6, Allah SWT mengajarkan bahwa: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya”.
Dikatakan oleh Imam Al-Ghazali dalam bukunya Mukasyafatul qulub, bahwa Allah SWT telah menciptakan makhluknya terdiri atas tiga kategori. Pertama, Allah SWT menciptakan malaikat dan diberikan kepadanya akal dan tidak diberikan kepadanya elemen nafsu (syahwat). Kedua, Allah SWT menjadikan binatang dan tidak dilengkapi dengan akal, tetapi dilengkapi dengan syahwat saja. Ketiga, Allah SWT menciptakan manusia (anak adam) lengkap dengan elemen akal dan syahwat (nafsu). Oleh karena itu, barang siapa yang nafsunya dapat mengalahkan akalnya, maka hewan melata misalnya lebih baik dari manusia. Sebaliknya bila manusa dengan akalnya dapat mengalahkan nafsunya, derajatnya di atas malaikat.
Dikatakan oleh Prof. John Oman dengan kata-kata sebagai berikut : “Morality without religion lacks awide heaven to breath in” (Moral tanpa agama kehilangan tempat yang luas untuk bernafas).
Akhlak sangatlah urgen bagi manusia. Urgensi akhlak ini tidak dirasakan oleh manusia dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat, bahkan juga dirasakan dalam kehidupan berbangsa atau bernegara. Akhlak adalah mustika hidup yang membedakan makhluk manusia dari makhluk hewani. Manusia tanpa akhlak, adalah manusia yang telah “membinatang”, sangat berbahaya. Ia akan lebih jahat dan lebih buas daripada binatang sendiri.
Dengan demikian, jika akhlak telah lenyap  dari diri masing-masing manusia, kehidupan ini akan kacau balau, masyarakat menjadi berantakan. Orang tidak lagi peduli soal baik atau buruk, hala atau haram. Dalam Al-Qur'an ada peringatan yang menjadi hukum besi sejarah (sunnatullah), yaitu firman Allah SWT dalam surah Al-‘Araf: 182
والذين كذبوا بآياتنا سنستدرجهم من حيث لا يعلمون
(Dan orang-orang yang mendustakan ayat Kami, akan Kami lalaikan mereka dengan kesenangan-kesenangan dari jurusan yang mereka tidak sadari dan mengetahui).
Bahkan Rasulullah Saw diutus diantara misinya adalah mission moral, membawa kepada akhlakul karimah. Dalam sabdanya disebutkan :
إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق. (رواه أحمد وبيهقى)
“Saya diutus (ke dunia) ialah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR. Ahmad dan Baihaqy)
Syauqy Beik, penyair Arab yang terkenal pernah memperingatkan bangsa mesir dengan kata-kata :
,إنما الأمم الأخلاق ما بقيت, وإن هموا ذهبت أخلاقهم ذهبوا
“Bangsa itu hanya bisa bertahan selama mereka memiliki akhlak. Bila akhlak telah lenyap dari mereka, merekapun akan lenyap pula”.
2.    Faedah Ilmu Akhlak
Berdasarkan definisi ilmu akhlak yang telah dijelakan pada awal pembahasan, maka dapat dipahami bahwa faedah mempelajari ilmu akhlak itu adalah sangat penting dan mendasar, di antara urgensinya adalah :
a.    Ilmu Akhlak dapat menyinari orang dalam memecahkan kesulitan-kesulitan rutin yang dihadapi manusia dalam hidup sehari-hari yang berkaitan dengan perilaku.
b.    Dapat menjelaskan kepada orang sebab atau llat untuk memilih perbuatan yang lebih baik dan bermanfaat.
c.    Dapat membendung dan mencegah kita secara kontinyu untuk tidak terperangkap kepada keinginan-keinginan nafsu, bahkan mengarah-kannya kepada hal positif dengan menguatkan unsur iradah.
d.    Manusia atu orang banyak mengerti benar-benar akan sebab-sebab melakukan atau tidak akan melakukan sesuatu perbuatan, di mana dia akan memilih pekerjaan atau perbuatan yang nilai kebaikannya lebih besar.
e.    Mengerti perbuatan baik akan menolong menuju dan menghadapi perbuatan itu dengan penuh minat dan kemauan.
f.    Orang yang mengkaji ilmu akhlak akan tepat dalam memvonis perilaku orang banyak dan tidak akan mengekor dan mengikuti sesuatu tanpa pertimbangan yang matang lebih dahulu.
Namun demikian, sebenarnya dengan memahami ilmu akhlak itu bukanlah menjadi jaminan, bahwa setiap yang mempelajarinya secara otomatis menjadi orang yang berakhlak mulia, bersih dari berbagai sifat yang tercela.
Ilmu Akhlak ibarat dokter yang hanya memberikan penjelasan penyakit yang diderita pasien dan memberikan obat-obat yang diperlukan untuk mengobatinya. Dokter menjelaskan apa dan bagaimana memelihara kesehatan pasien agar ia sembuh dari penyakitnya, memberikan saran-saran dan peringatan bahaya-bahaya penyakit yang diderita pasiennnya agar ia lebih berhati-hati menjaga dirinya.
Jadi tugas dokter bukan untuk menyembuhkan pasien, tetapi dia menjelaskan dengan sesempurna mungkin mengenai penyakit atau gejala-gejala penyakit bila si pasien tidak menghentikan merokok atau tidak meninggalkan minuman-minuman keras, misalnya. Jadi, kesembuhan suatu penyakit sangat tergantung kepada si pasien apakah setelah ia mendapat keterangan dari dokter maukah dia menurutinya atau tidak. Jika dituruti, insya Allah dia ada harapan terhindar dari penyakit atau penyakit yang sedang diderita itu akan berangsung-angsur hilang dan dia menjadi sehat.
Dengan demikian, faedah Ilmu Akhlak dapat dipahami bahwa sesungguhnya ilmu akhlak tidak memberi jaminan seseorang menjadi baik dan sopan. Ilmu akhlak membuka mata hati seseorang untuk mengetahui suatu perbuatan dapat dikatakan baik atau buruk. Selain itu juga memberikan pengertian apa faedahnya jika berbuat baik dan apa pula faedahnya jika berlaku jahat.

IV.    FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKHLAK
Segala tindakan dan perbuatan manusia yang memiliki corak berbeda antara satu dengan yang lainnya, pada dasarnya merupakan akibat adanya pengaruhm dari dalam diri manusia (insting) dan motivasi yang disuplai dari luar dirinya seperti milieu, pendidikan dan aspek warotsah. Untuk itu berikut ini akan dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi dan memotivasinya.
A.    Insting (Naluri)
Aneka corak refleksi sikap, tindakan dan perbuatan manusia dimotivasi oleh potensi kehendak yang dimotori oleh insting seseorang (dalam Bahasa Arab disebut Gharizah).
Insting merupakan seperangkat tabiat yang dibawa manusia sejak lahir. Para psikolog menjelaskan bahwa insting (naluri) berfungsi sebagai motivator penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku antara lain sebagai berikut :
1.    Naluri makan (nutritive instinct). Begitu manusia lahir telah membawa suatu hasrat makan tanpa didorong oleh orang lain. Buktinya, begitu bayi lahir ia dapat mencari tetek ibunya dan mengisap air susu tanpa diajari lagi.
2.    Naluri berjodoh (seksual instinct): laki-laki menginginkan wanita dan wanita ingin berjodoh dengan laki-laki. Dalam Al-Qur'an diterangkan :

Manusia itu diberi hasrat atau keinginan, misalnya kepada wanita, anak-anak dan kekayaan yang melimpah-limpah. (QS. Ali Imran : 14)
3.    Naluri keibubapakan (peternal instinct): tabiat kecintaan orang tua kepada anaknya dan sebaliknya kecintaan anak kepada orang tuanya. Jika seorang ibu tahan menderita dalam mengasuh bayinya, kelakuannya didorong oleh naluri tersebut.
4.    Naluri berjuangan (combative instinct). Tabiat manusia yang cenderung mempertahankan diri dari gangguan dan tantangan. Jika seseorang diserang oleh musuhnya, maka dia akan membela diri.
5.    Naluri ber-Tuhan. Tabiat manusia mencari dan merindukan Penciptanya yang mengatur dan memberikan rahmat kepadanya. Naluri ini disalurkan dalam hidup beragama.
Selain kelima instring tersebut, masih banyak lagi insting yang sering dikemukakan oleh para ahli psikologi, misalnya insting ingin tahu dan memberi tahu, insting takut, insting suka bergaul, dan insting meniru, dan lain-lain.
Segenap naluri insting manusia itu merupakan paket yang inheren dengan kehidupan manusia yang secara fitrah sudah ada dan tanpa perlu dipelari terlebih dahulu. Dengan potensi naluri itulah manusia dapat memproduk aneka corak perilaku sesuai pula dengan corak instingnya.