17 Desember 2011

Sepenggal Kisah Yusuf dan Zulaikha

Seorang alumnus program doktoral Univ al-Azhar Kairo menuturkan, tatkala upacara pernikahan seorang mahasiswa Indonesia dilaksanakan, hadir pula Deputy Grand Syeikh al-Azhar, Prof. Dr. Abdul Ra`uf Shalabi. Ketika sampai ujung acara dan tiba saatnya berdoa, seorang mahasiswa Indonesia memimpin doa. Dengan penuh kekhusyuan mahasiswa itu berdoa dalam bahasa arab. Ketika doa itu sampai pada kalimat:
Allahumma allif baynahuma kama allafta bayna Yusuf wa Zulaikha (Ya Allah, semoga Engkau merukunkan kedua mempelai ini sebagaimana Engkau telah merukunkan Yusuf dan Zulaikha), tiba-tiba ulama al-Azhar itu menyangkalnya.
Imam Ibnul-Qayyim rahimahullah ketika menafsirkan surat Yusuf ayat 21 dalam at-Tafsir al-Qayyim, tidak menyebutkan nama istri al-Aziz. “Mereka (para ulama) tidak ada yang menyebutkan nama wanita itu. Mereka hanya menuturkan SIFAT-SIFATNYA YANG BURUK SEBAGAIMANA AL-QURAN MENUTURKANNYA”. (at-Tafsir al-Qayyim, Dar al-Kutub al-`Ilmiyyah, Beirut , tanpa tahun, hal.314
Muhammad Rasyid Ridha, dalam Tafsir al-Manar-nya mengatakan bahwa al-Quran tidak menyebutkan secara jelas nama orang Mesir yang membeli Yusuf, begitu juga nama istrinya. (Tafsir al-Manar, Maktabah al-Qahirah, Kairo, 1380 H, xii/272)
Tersebarnya penamaan istri al-Aziz sbg Zulaikha dalam surat Yusuf, diawali keterangan para ulama yang menukil kisah itu dari kitab-kitab tafsir klasik. Sayangnya, penilaian atas keshahihan penamaan tersebut tidak turut tersebar bersama penamaannya itu sendiri. (Sebagian) masyarakat hanya mengenal, bahkan meyakini bahwa Zulaikha adalah wanita yang merayu Nabi Yusuf `alayhissalam, dan setelah Nabi Yusuf `alayhissalam diangkat menjadi pembesar Mesir, Zulaikha dinikahinya. Mereka hidup seia-sekata, saling mengasihi dan menyayangi. Tak heran, jika akhirnya tipologi Yusuf-Zulaikha disamakan dengan tipologi Adam-Hawa, Muhammad-Khadijah, dan Ali-Fatimah.
Lebih lanjut diketahui bahwa kisah Yusuf-Zulaikha muncul melalui lisan ahli kitab. Ketika surah Yusuf ayat 21 disinggung, mereka menuturkan detail kisah tersebut menurut versi mereka.
Rasulullah shallallahu `alayhi wa sallam telah mengingatkan dalam haditsnya,
Kamu jangan membenarkan penuturan Ahlul-Kitab, jangan pula mendustakannya. Katakanlah: “Kami beriman kepada Allah dan apa-apa (kitab) yang diturunkan kepada kami dan (kitab) apa-apa yang diturunkan kepadamu.” (HR. al-Bukhari)
Di dalam al-Quran, Allah azza wa jalla mengingatkan orang-orang beriman untuk tabayyun terhadap berita-berita yang dibawa oleh orang fasik (al-Hujurat:6)
Berdasarkan nukilan dari kitab-kitab tafsir ulama salaf, ternyata yg menuturkan kisah penamaan istri al-Aziz dengan sanad yg lengkap hanyalah Imam ath-Thabari, yaitu dari Ibnu Humaid, dari Salamah, dari Ibnu Ishaq, dari Muhammad bin as-Sa`ib, dari Abu Shalih, dari Ibnu `Abbas. Dalam jalur ini, nama istri al-Aziz adalah Ra`il binti Ra`il. Sedang riwayat yang menyebut nama istri al-Aziz adalah Zulaikha bersumber dari Syu`aib al-Jaba`i. Kedua sanad itu lemah sekali bahkan palsu. Penyebab lemahnya riwayat ada pada Muhammad bin as-Sa`ib al-Kalbi dan Syu`aib al-Jaba`i. Muhammad bin as-Sa`ib al-Kalbi dinilai sebagai rawi yang matruk (ditinggalkan/dusta) oleh Imam adz-Dzahabi, Imam Ibnu Hibban dan lainnya. Sedangkan Syu`aib al-Jaba`i dinilai juga sbg rawi yang matruk oleh Imam adz-Dzahabi dan Imam Ibnu Hajar al-Asqolani.
Alhamdulillah, Depag pada tahun 2006 telah mengeluarkan al-Quran terjemahan bahasa Indonesia dg menghilangkan kata “Zulaikha” dan menambahkan footnote bahwa penamaan istri al-Aziz sebagai Zulaikha tidak dapat dipertanggungjawabkan. Syaamil al-Quran cetakan 2005 yang saya miliki juga memberikan footnote yg menjelaskan bahwa riwayat mengenai penamaan istri al-Aziz tdk dapat dipertanggungjawabkan.