01 Januari 2012

Aliran Khawarij

Islam sebagaimana dijumpai dalam sejarah, ternyata tidak sesempit yang dipahami pada umumnya. Dalam sejarah terlihat bahwa Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dapat berhubungan dengan pertumbuhan masyarakat yang luas. Dari persentuhan itu lahir berbagai disiplin ilmu keislaman seperti teologi, filsafat dan tasawuf. Bagi umat Islam umumnya, dan kaum cendekiawan khususnya, merupakan panggilan sejarah untuk terus mengembangkan warisan intelektual mereka, melalui studi dan penelitian yang tidak berhenti.
Dalam kerangka semangat tersebut di atas, penulis akan memahami dan menganalisis pemikiran atau aliran-aliran dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam. Dalam ilmu kalam, yang populer dari aliran-aliran tersebut adalah Khawarij, Murji’ah, Syi’ah, Mu’tazillah dan Asy’ariyah. Aliran Khawarij, Mur’jiah dan Syi’ah merupakan tiga aliran awal dalam perdebatan teologi di lingkungan umat Islam, sejak wafatnya Rasulullah SAW. Namun alam pembahasannya akan diulas secara singkat berdasarkan prinsip-prinsip pokok paham yang dimilikinya.
Aliran Khawarij
Khawarij merupakan sebuah aliran kalam  yang diambil dari kata kharaja dan merupakan bentuk jamak dari khawarij, yang berarti “keluar dan memisahkan dari barisan Ali”.  Pemisahan dari barisan Ali ini, dipandang oleh Asy-Syahrastani  sebagai “pemberontakan terhadap imam yang sah diakui oleh rakyat (umat).” Oleh karena itu, istilah khawarij dapat dikenakan kepada semua orang yang menentang para imam, baik pada masa sahabat maupun pada masa-masa berikutnya. Namun demikian, dalam tulisan ini nama khawarij khusus diberikan kepada sekelompok orang yang telah memisahkan diri dari barisan Ali.
Beberpa literatur  menyebutkan adanya beberapa nama dan pengertian Khawarij. Pada umumnya, nama-nama tersebut menunjukan latar belakang kemunculannya maupun esensi paham yang dibawanya. Nama-nama itu antara lain berikut ini.
Pertama, istilah “Khawarij” diambil dari potongan ayat Al-Qur’an “yakhruju”, yakni terdapat dalam surah An-Nisa ayat 100:
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi Ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh Telah tetap pahalanya di sisi Allah. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An-Nisa: 100).
Ayat tersebut menunjukkan bahwa mereka keluar dari barisan Ali dengan maksud untuk berhijrah. Karena memiliki tujuan inilah, mereka disebut juga sebagai kelompok Muhajirin, yakni disamakan dengan hijrahnya Rasulullah SAW dan para sahabat dari Makkah ke Yatsrib (Madinah). Dalam Pengertian inilah, mereka menyebutkan tempat-tempat yang ditujunya dengan Muhajar atau Dar Al-Hijrah.
Kedua, ada hubungannya dengan pengertian di atas, Khawarij menyebut dirinya dengan Syurah, diambil dari potongan ayat Al-Qur’an “Yasyri”.  Perujukan istilah Khawarij kepada potongan ayat ini dimaksudkan bahwa mereka bersedia mengorbankan diri untuk kepentingan Allah, sehingga dalam gerakan-gerakannya selalu membawa slogan-slogan agama (ayat-ayat Al-Qur’an). Potongan ayat yang mereka kutip itu adalah surat Al-Baqarah ayat 207:
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya Karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya” (Al-Baqarah: 207).
Ketiga, mereka juga disebut Al-Muhakkimah, yakni orang-orang yang menyatakan “la hukma illa lillah” (tiada hukum yang benar kecuali yang ada di sisi Allah),  suatu slogan agama yang selalu dikumandangkan dalam setiap gerakannya.
Keempat, orang-orang Khawarij disebut juga dengan Harura (Al-Haruriyyah), atau haraura, satu desa yang terletak di dekat kota Kufah (Irak). Di tempat ini mereka berkumpul, berjumlah 12.000 orang, setelah memisahkan diri dari Ali. Dan, di tempat ini pula mereka memilih seorang pemimpin bernama Abdullah bin Wahab Ar-Rasyibi.
Dari keempat sebutan aliran Khawarij tersebut, dapat diketahui bahwa istilah Khawarij merupakan suatu istilah yang menunjukkan kepada suatu aliran, atau suatu gerakan politis sekaligus pula sebagai aliran atau gerakan teologis. Disebut sebagai gerakan politis, karena mereka muncul pertama kali sebagai akibat dan reaksi atas ketidakpuasan sosial-politis yang terjadi pada waktu itu. Sedangkan disebut gerakan teologis, karena bersamaan dengan pandangan politisnya, mereka selalu merujuk kepada Al-Qur’an berdasarkan interprestasinya.
KHAWARIJ
1.    Latar Belakang Kemunculan
Secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul atau memberontak.  Ini yang mendasari Syahrastani untuk menyebut khawarij terhadap orang yang memberontak imam yang sah.  Berdasarkan pengertian etimologi ini pula, khawarij bererti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam.
Adapun yang dimaksud khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan kerena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam perang Siffin pada tahun 37 H/648 M, dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah.  Kelompok Khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya berada di pihak yang benar karena Ali merupakan khalifah sah yang telah dibai’at mayoritas umat Islam, sementara Muawiyah berada di pihak yang salah karena memberontak khalifah yang sah. Lagi pula berdasarkan estimasi Khawarij, pihak Ali hampir memperoleh kemenangan pada peperangan itu, tetapi karena Ali menerima tipu daya licik ajakan damai Muawaiyah, kemenangan yang hampir diraih menjadi raib.
2.    Khawarij dan Doktrin-doktrin Pokoknya
Di anatara doktrindoktrin khawarij adalah berikut ini:
a.    Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam;
b.    Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan  demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat;
c.    Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan kezaliman;
d.    Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar dan Utsman) adalah sah, tetapi setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahannya, Utsman r. a. Dianggap telah menyeleweng;
e.    Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap telah menyeleweng;
f.    Muawiyah dan Amr bin Ash serta Musa Al-Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir;
g.    Pasukan perang Jamal yang melawan Ali juga kafir;
h.    Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Yang sangat anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula;
i.    Setiap musli harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al-harb (negara musuh), sedang golongan mereka sendiri dianggap berada dalam dar al-Islam (negara Islam);
j.    Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng;
k.    Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga, sedangkan orang yang jahat harus masuk ke dalam neraka);
l.    Amar ma’ruf nahi munkar;
m.    Memalingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang tampak mutasabihat (samar);
n.    Al-Qur’an adalah makhluk;
o.    Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.
3.    Perkembangan Khawarij
Sebagaimana telah dikemukakan, Khawarij telah menjadikan imamah-khilafah (politik) sebagi doktrin sentral yang memicu timbulnya doktrin-doktrin teologis lainnya. Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan kelompok Khawarij menyebabkan mereka sangat rentan pada perpecahan, baik secara internal kaum Khawarij sendiri, maupun secara eksternal dengan sesema kelompok Islam lainnya. Para pengamat berbeda pendapat tentang jumalah sekte yang terbentuk akibat perpecahan yang terjadi dalam tubuh Khawarij. Al-Baqdadi mengatakan bahwa sekte ini telah terpecah menjadi 18 subsekte.  Adapun, Al-Asfarayani, seperti dikutip Baqdadi, mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 22 subsekte.
 Terlepas dari berapa banyak subsekte pecahan Khawarij, tokoh-tokoh yang disebutkan di atas sepakat bahwa subsekte Khawarij yang besar terdiri dari delapan macam, yaitu:
a.    Al-Muhakkimah
b.    Al-Azriyah
c.    An-Nadjat
d.    Al-Baihasiyah
e.    Al-Ajaridah
f.    As-Saalabiyah
g.    Al-Abadiyah
h.    As-Sufriyah
Semua aliran yang bersifat radikal, pada perkembangan lebih lanjut, dikategorikan sebagai aliran khawarij, selama di dalamnya terdapat indikasi doktrin yang identik dengan aliran ini. Berkenaan dengan persoalan ini Harun Nasution mengidentifikasi beberapa indikasi aliran yang dapat dikategorikan sebagai aliran Khawarij, yaitu sebagai berikut:
a.    Mudah mengafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka walaupun orang itu adalah penganut agama Islam.
b.    Islam yang benar adalah Islam yang mereka pahami dan amalkan, sedangkan Islam sebagaimana yang dipahami dan diamalkan golongan lain tidak benar.
c.    Orang-orang Islam yang tersesat dan menjadi kafir perlu dibawa kembali ke Islam yang sebenarnya, yaitu Islam seperti yang mereka pahami dan amalkan.
d.    Karena pemerintahan dan ulama yang tidak sepaham dengan mereka adalah sesat, maka mereka memilih iman dari golongan mereka sendiri, yakni imam dalam arti pemuka agama dan pemuka pemerintahan.
e.    Mereka bersifat fanatik dalam paham dan tidak segan-segan menggunakan kekerasan dan membunuh untuk mencapai tujuan mereka.
Bid’ah-bid’ah pertama seperti bid’ahnya Khawarij tak lain hanyalah karena pemahaman mereka yang keliru terhadap Al-Qur’an, mereka tidak bermaksud menentangnya, namun di dalam memahaminya tidak mengikuti dalil yang semestinya. Sehingga mereka menyangka ada keharusan untuk mengkafirkan para pelaku dosa. Mereka beralasan, jika seseorang itu mukmin, tentulah ia baik dan bertakwa. Mereka berkata: “siapa pun yang tidak berbuat baik dan bertakwa maka ia kafir dan kekal di dalam neraka.” Mereka berkata lagi: “Ustman dan Ali beserta siapa saja yang mendukung kepemimpinan mereka, bukanlah orang beriman, karena mereka telah bertahkim kepada selain yang diturunkan Allah.” Oleh karena itu, bid’ah mereka memiliki dua alasan: Pertama, siapa yang menyalahi Al-Qur’an dengan amal atau pendapat yang salah, maka ia telah kafir. Kedua, Ustman dan Ali, serta para pengikutnya mereka termasuk kafir.
Oleh sebab itu, wajib bagi kita menghindari pengkafiran terhadap seorang muslim karena semata-mata melakukan dosa dan kesalahan, sebab hal demikian termasuk bid’ah yang pertama kali muncul di dalam Islam. Pembuat bid’ah ini mengkafirkan kaum muslimin dan menghalalkan darah serta harta mereka. Hal ini telah diriwayatkan oleh sejumlah hadist shahih dari Nabi tentang seruan untuk mencela tindakan mereka dan memerangi mereka. Berkata Imam Ahmad bin Hambal: “Telah sah hadis yang menerangkan perihal mereka melalui sepuluh jalan.” Imam muslim telah mengeluarkannya dalam kitab shahihnya, dan Bukhari mengeluarkan sepenggal darinya. Sekalipun mereka tercela, masih ada keinginan untuk mengikuti Al-Qur’an. Maka terhadap orang yang bid’ahnya menentang Al-Qur’an dan berpaling darinya, tentulah lebih jahat di bandingkan mereka. (Juz 13:20)
Golongan Khawarij tidak berpegang pada tuntunan As-sunnah, kecuali jika dapat ditafsiri secara global dan menurut mereka tidak bertentangan dengan zhahir Al-Qur’an. Mereka tidak menetapkan hukum rajam bagi penzina, dan menganggap tidak perlu adanya nisab dalam pencurian. Mereka berpendapat bahwa di dalam Al-Qur’an tidak ada hukuman bunuh untuk orang murtad. Murtad menurut mereka terbagi menjadi dua jenis. Dan pendapat kaum Khawarij mengenai hal ini kami ketahui dari riwayat orang-orang tentang mereka, bukan dari kitab-kitab tertulis. (Juz 13: 48)
Apabila telah diketahui pokok pangkal bid’ah, maka pokok perkataan Khawarij adalah bahwa mereka mengkafirkan muslim karena perbuatan dosanya, dan menganggap sesuatu yang bukan dosa menjadi dosa. Mereka hanya mau mengikuti Al-Qur’an tanpa mau mengikuti As-Sunnah yang menyalahi zhahir Al-Qur’an sekalipun bertaraf mutawatir dan mengkafirkan siapa pun yang menyalahi pendapat mereka. Mereka menghalalkan milim orang Islam karena menurut mereka telah murtad sesuatu yang tidak mereka halalkan dari orang-orang kafir asli, Rasullulah bersabda tentang hal ini: “Mereka membunuh orang Islam, tetap membiarkan bebas para penyembah berhala.” Pantaslah  jika mereka mengkafirkan Ustman dan Ali serta para pendukung kepemimpinan mereka. Khawarij pun mengkafirkan para pengikut Perang Shiffin dari kedua belah pihak, dan masih banyak lagi pendapat mereka yang lebih jahat dari itu. (Juz 3: 355
Dalam mengkafirkan kaum muslimin, mereka demikian pula ahli bid’ah lainnya semta-mata berdasarkan pada dua alasan yang batil. Pertama, golongan ini menyalahi (menentang) Al-Qur’an. Kedua, barang siapa menentang Al-Qur’an, menurut mereka, harus dikafirkan, sekalipun kesalahan atau dosanya masih disertai pengakuan terhadap wajib dan haramnya. (Juz 13: 208)