Umat
Islam dalam hampir empat abad terakhir, terus tertinggal dalam bidang
pendidikan. Berbagai upaya dilakukan guna meningkatkan kualitas pendidikan
Islam, sehingga diharapkan kelak mampu berkompetisi di tengah dunia yang kian
maju dan mengglobal. Dalam seminar Tajdid Islam yang digelar kerjasama Center
for Moderate Moslem (CMM) Jakarta, dan Yayasan Dakwah Islamiah Malaysia
(YADIM), di Sepang, Malaysia, beberapa waktu lalu, perlunya rekonstruksi
pemikiran dalam bidang pendidikan Islam juga diungkap. Para pakar sepakat,
bahwa pendidikan Islam harus dikembalikan kepada ruh dan jati dirinya yang
benar. Seperti apa dan bagaimana rekonstruksi itu perlu dilakukan, berikut
perbincangan At-Tanwir dengan intelektual yang juga Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Prof Dr Azyumardi Azra, di sela-sela seminar. Petikannya:
Bagaimana
Anda melihat pendidikan Islam saat ini?
Belum
memberi gambaran yang memuaskan. Pada banyak aspek, masih menunjukkan
ketertinggalan. Saya kira memang butuh waktu panjang untuk bangkit kembali
menemukan jati dirinya dan kejayaannya. Di beberapa belahan dunia Islam, kita
prihatin proses pendidikan Islam diselenggarakan secara tidak profesional dan
secara apa adanya. Harus diakui, banyak faktor, seperti kualitas pendidikan,
minimnya dana, dan tak memadainya infra struktur. Di kita saja kan masih banyak
kondisi seperti itu. Tapi saya kira masih banyak harapan untuk membangun
kemajuan pendidikan Islam.
Anda
sebut jati diri atau ruh pendidikan Islam. Bisa dijelaskan?
Ya,
harus diakui, umat Islam ini kan masih banyak yang berpikiran atau berpaham
bahwa ibadah itu satu hal, pendidikan hal lain. Umat Islam memisahkan ilmu umum
dan ilmu Islam. Jadinya ilmu tidak terintegrasi secara baik. Malah ada yang
beranggapan, yang penting belajar ilmu agama, ilmu umum itu tak penting karena
identik dengan ilmu sekuler. Padahal kalau kita menilik sejarah, justru
kemajuan Islam di masa lalu karena mereka mengintegrasikan antara ilmu agama
dan ilmu umum dalam satu paket pembelajaran. Kita mengenal Ibnu Sina yang pakar
ilmu agama, tapi juga ahli kedokteran. Bahkan karyanya, The Canon, menjadi
rujukan kedokteran modern hingga kini. Masih banyak lagi semacam Ibnu Sina.
Ilmu agama dan umum sama wajibnya. Jadi ruh integrasi itu harus dikembalikan.
Upaya
menuju integrasi itu sekarang sejauhmana dilakukan umat Islam?
Kalau
saat ini, sudah mulai banyak yang melakukan. Di madrasah, ada semacam MAPK
(Madrasah Aliyah Program Khusus), di IAIN kini mulai dirubah statusnya menjadi
Universitas Islam Negeri (UIN). Perubahan itu mengharuskan ada mata kuliah umum
sebagaimana terdapat di perguruan tinggi umum lainnya. Kalau IAIN kan hanya
ilmu agama, sementara UIN perpaduan ilmu umum dan ilmu agama. Beberapa
pesantren juga telah melakukan hal tersebut. Saya kira, upaya-upaya semacam ini
akan terus dilakukan.
Harapan
Anda bagi dunia pendidikan Islam di masa mendatang?
Harus
terus ditingkatkan lagi, baik kualitas SDM-nya, infrastrukturnya, dananya, dan
sistem yang terpadu. Semua saling terkait. Selain itu, pendidikan harus menjadi
perhatian utama masyarakat dan pemerintah, sehingga kita dapat mengejar
ketertinggalan dengan tetangga kita seperti Malaysia, yang dulu berguru kepada
kita.