22 Februari 2012

Kepastian yang Membunuh Seni

Bentuk- bentuk dari kepastian semakin menguat setengah abad ini. Itu adalah kenyataan yang tidak dapat lagi terelakkan. Rigiditas dan kepastian telah mengubur kreativitas, memangkas ketidakpastian, dan membunuh seni.
Rekaman musik adalah salah satu kepastian yang telah memasung kreativitas bermusik. Penciptaan kembali (rekreasi) menjadi hal yang jarang, berbeda sekali dengan masa-masa di mana industri rekaman belum menjadi primadona seperti sekarang.
Bila mana tidak? Rekaman musik sesungguhnya telah menghapuskan ambiguitas dalam bermusik. Ambiguitas atau ketidakpastian inilah yang sebenarnya menjadi salah satu inti dalam bermusik dan berseni. Seni sampai saat ini masih sangat terbatas formulasinya karena besarnya faktor ambiguitas ini.

Dahulu musik dan suara berfungsi sebagai media utama dalam berseni musik atau berseni suara maupun olah rasa lainnya. Dan untuk menyampaikan suara yang ada di dalam benak, si pencipta lagu menggunakan media lain untuk menyampaikan konsepnya tentang musik.
Biasanya media itu dapat berupa sekedar ingatan akan musik maupun catatan tentang musik tersebut atau partitur. Piano roll pun walaupun menghasilkan suara masih terbatas dalam produksi suara sehingga masih tetap mengandalkan imajinasi si pendengar untuk menangkap bunyi secara utuh seturut benak si pemain, apalagi si komposer.
Semua keterbatasan itu menuntut setiap interpreter/musisi membahasakan musiknya seturut dengan pandangan si pencipta karya seperti yang tertulis di atas kertas maupun interpretasi pribadi si musisi yang memainkan.
Keterbatasan inilah yang akhirnya berbuah pada kebebasan berekspresi, berimajinasi dan bereksperimen. Kreativitas lahir dari keterbatasan-keterbatasan ini. Keindahan mekar dari limitasi seperti ini.
Ketidakpastian yang muncul dari sebuah keterbatasan akhirnya memperluas khasanah musik itu sendiri. Perbedaan menjadi sesuatu yang dinantikan dan dicari. Perbedaan interpretasi inilah yang akhirnya membuat karya itu semakin kaya.
Namun dengan munculnya rekaman, ketidakpastian dan limitasi yang ada sirna. Terlebih setelah diciptakannya rekaman berkualitas tinggi. Suara sedetail apapun dapat tertangkap oleh alat perekam.
Apa yang diinginkan komposer menjadi teramat jelas, terlebih apabila karya tersebut ia interpretasikan dan mainkan sendiri. Ruang kebebasan pun menjadi sempit.
Tentu musisi ingin setia dengan musik yang ditulis oleh komposernya. Namun dengan adanya rekaman langsung berkualitas tinggi, akhirnya kreativitas menjadi layu dan kesetiaan malah berdampak buruk pada musik itu sendiri.
Ya, rekaman mendikte para musisi yang mendengarnya. Sesudah mendengar rekaman, orang tidak lagi berkonsentrasi untuk membuat perbedaan dan berkreasi. Malahan mereka malah berkonsentrasi untuk mengeliminir perbedaan dan mencoba sama dengan rekaman yang ia dengar.
Perbedaan menjadi sesuatu yang salah. Pertanyaan “Kok berbeda dengan rekaman si A sebelumnya” menjadi sering diutarakan. Akhirnya orang bukan berkreasi dan memberikan cap personalnya sesuai dengan arahan komposer. Mereka malah berusaha sama dengan sang komposer, sebuah upaya yang mustahil dan sia-sia.
Kita sering mendengar musik klasik dimainkan berulang-ulang tanpa terlalu banyak dibandingkan dengan permainan orang lainnya, paling jauh dibandingkan partitur karya. Ini semua karena ia berpatokan pada partitur yang ambigu sekaligus membuka kesempatan untuk berkreasi.
Cobalah kita lihat musik pop yang bertumbuh dari tradisi rekaman. Jarang mereka me-recycle karya kolega mereka dengan gaya yang sama. Kecenderungan pendengar adalah membandingkan dengan rekaman sejenis lainnya dari artis lainnya yang gaya membawakannya sama.
Akhirnya banyak musisi memilih untuk merombak ulang aransemen lagu tersebut untuk menghindarkan diri dibanding-bandingkan dengan karya yang sama. Perbedaan yang dibuat menjadi semakin besar karena rekaman mensugesti pihak yang terlibat untuk membuat sesuatu yang sama sekali berbeda.
Karena rekaman, kreativitas yang kecil dan mendetail, perubahan yang tidak signifikan dan tetap setia pada pesan komposer menjadi tidak dihargai.
Coba saja saksikan American Idol. Banyak juri dalam komentarnya mengatakan bahwa si A hanya menyanyikan sama dengan si B. Padahal seperti apapun pembawaan A akan berbeda dengan B.
Namun perbedaan kecil itu di zaman rekaman sekarang sudah tidak mungkin dihargai. Yah mungkin itulah sebabnya.